Selasa, 18 Oktober 2011

Main Line Chapter 23 Divine Sword C

Dalam radius tiga yard dari Aiko, lapisan tipis es terbentuk. Para murid dekatnya bisa merasakan hawa dingin itu datang dari es itu. Anan yang masih berdiri di udara, tidak melakukan apa pun, terus melihat Aiko.

Aiko menari dengan pedangnya di bawah mata ratusan murid Jadeon. Pandangan mata orang lain baik-baik saja. Tapi mata Anan jauh lebih dingin daripada udara dingin yang datang dari pedangnya sendiri. Dia merasa tertekan bahkan sebelum sempat melakukan serangan.

Aiko bergerak dengan terburu-buru. Tangan kanannya menunjuk Anan dari bawah. Pedang perak bergerak ke arah Anan. Dia berkata: "Lu Shimei, hati-hati!"

Suara tawa terdengar dari keramaian. Aiko tampaknya takut untuk menyakiti Anan. Master Vasp Caelo merasa malu. Dia mendengus dengan keras.

Orang duduk di sampingnya segera merespon: "Kenapa? Apa Vasp Caelo Shixiong tidak puas?"

Muka Master Vasp Caelo tidak menunjukkan ekspresi apapun. Dia berkata: "Shui Yue Shimei, setiap murid di rumah Anda semua begitu cantik!"

Selama kontes, Master Vasp Caelo tidak memuji bakat tetapi malah memuji kecantikan murid perempuan di rumah lain. Ini jelas sebuah sarkasme. Guru Shui Yue menjawab: "Saya juga tidak tahu bahwa di bawah Jadeon, ada begitu banyak bandot dan sampah."

Master Vasp Caelo langsung terbakar amarah. Tepat ketika dia akan membalas, Master Doyal Shen mengangkat tangan, tersenyum: "Oke, oke, kita yang sudah hidup ratusan tahun. Apakah kalian tidak merasa malu untuk berdebat di depan begitu banyak murid? Mari, kita perhatikan saja kontesnya. "

Kedua master mendengus keras, lalu berbalik.

Pedang perak Aiko sudah berada di bawah awan tempat Anan berdiri. Wajah dingin Anan tidak menunjukkan berubah, dan ia tidak bergerak. Awan itu membawanya mundur. Tapi pedang Aiko itu begitu cepat sehingga sudah mengejar Anan dalam sekejap. Para penonton menjerit atau mendesah saat mereka menyaksikan pedang hampir mendekati Anan.

Anan menggerakkan pedang di tangannya. Dia tidak menarik pedang keluar dari sarungnya. Dia hanya menggunakan pedang berwarna biru langit itu untuk memblok serangan dari depannya.

"Zheng!"

Suara nyaring itu begaung di seluruh arena.

Rasanya seperti pedang Aiko mendapat pukulan keras. Pedang itu jatuh kembali. Aiko dan Master Vasp Caelo keduanya terkejut. Tanpa ragu, sesaat kemudian Anan langsung mengarahkan pedangnya terbang ke arah Aiko. Jari-jari di tangan kanannya membentuk segel. Pedang biru langit itu bersinar cerah di udara. Cahaya biru menutupi seluruh panggung. Sudah jelas ini bukanlah kekuatan esper yang normal.

Aiko terkejut oleh cahaya biru cerah itu, tapi ia juga marah oleh Anan yang tidak mengeluarkan pedang dari sarungnya. Dia menggunakan pedangnya dan membentuk tiga lapisan dinding es.

Di udara, mata Anan terang bagai bintang. Rambut nya menari-nari dalam angin. Mulutnya diam-diam mengucapkan sebuah incanation. Wajah wanita itu dingin tanpa emosi. Ledakan keras datang dari pedang biru langit, seperti raungan binatang besar. Uap dingin dan awan dalam jarak dua puluh meter yard hilang oleh cahaya biru terang itu.

Warna cahaya itu yang sangat indah, bagai warna biru langit yang cerah. Pedang itu terbang ke arah Aiko.

Keringat turun dari dahi Aiko seperti hujan. Dia jelas terkejut dengan kekuatan pedang Anan itu. Hanya sekejap, pedang itu di depannya.

"Ka, ka, ka"

Para murid tercengang karena mereka melihat pedang itu menembus dinding es Aiko seperti tidak ada apa-apa disana.

Dengan kekuatan Aiko, bukan berarti ia tidak dapat membentuk dinding es lagi untuk membela dirinya, ia berpikir bahwa tiga lapisan dinding es seharusnya sudah cukup. Dia tidak berpikir bahwa kultivasi Anan begitu tinggi, dan pedang biru langit itu ternyata sangat kuat.

Pada saat antara hidup dan mati, Aiko memaksa dirinya untuk berkonsentrasi. Pedang perak terbang di depannya, membentuk perisai putih. Lalu, pedang biru Anan beradu dengan perisai putih itu.

"Bang!"

Dengan pedang dua sebagai pusat, suara ledakan keras menyebar dengan cepat. Para murid Jadeon merasakan angin keras menyapu badan mereka. Mereka semua jatuh ke belakang. Lingkaran tempat kerumunan berkumpul langsung membesar .

Mereka belum pernah melihat kekuatan seperti itu berasal dari esper sebelumnya.

Setelah keterkejutan itu, semua orang mengalihkan perhatian mereka kembali ke panggung. Anan sudah mendarat di platform. Pedang kembali ke tangannya. Cahaya biru dan putih juga menghilang. Semua orang bisa melihat warna pucat wajah Aiko.

Aiko mengangkat kepalanya, menunjuk Anan, suaranya terdengar terpatah-patah: "Kau-"

Semua orang bingung tentang apa yang terjadi. Lalu sesuatu yang aneh terjadi. Suara retak keluar dari pedang putih yang mengambang di depan Aiko. Di bawah mata penonton, sebuah retakan besar muncul. Pedang kemudian pecah menjadi setengah, jatuh di lantai.

Semua orang terdiam. Semua orang di sini tahu seberapa besar makna sebuah esper untuk seorang kultivator.

Pada platform, Aiko memuntahkan keluar sejumlah besar darah. Tangannya memegang dadanya. Kemudian, ia tidak bisa menahan diri lagi dan pingsan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar